TUJUAN CLOTTING TIME & BLEEDING TIME:
- Untuk mengetahui teknik-teknik dalam faal homeostasis
- Untuk mengetahui waktu yang terukur sejak timbulnya sampai berhentinya pendarahan
(Bleeding Time)
- Untuk mengetahui waktu yang diperlukan darah untuk membeku (Clotting Time)
CLOTTING TIME & BLEEDING TIME:
Bleeding time atau masa pendarahan adalah cara menilai fungsi vascular, jumla, serta
fungsi trombosit. Ada 2 metode, yaitu Metode Duke dan Metode Jvy/Template. Metode Duke menggunakan lanset steril, dengan lokasi di cuping telinga 1 luka standar, dan memiliki waktu pendarahan normal 1-3 menit. Dengan metode ini, pasien ditusuk dengan jarum atau pisau bedah khusus, terutama pada cuping atau ujung jari, setelah swabbed dengan alcohol. Tusukan adalah sekitar 3-4 milimeter. Tiap 30 detik selanjutnya, hisap tetesan darah dengan kertas saring. Metode Jvy menggunakan lanset steril/template tensimeter 40 mmHg, dengan lokasi di volar lengan bawah 2 luka standar (6×1 mm, jarak 1 cm), dengan waktu pendarahan normal yaitu 1-7 menit.
Clotting Time atau masa pembekuan memiliki tujuan untuk menentukan waktu yang diperlukan darah untuk membeku. Dimana darah vena diambil sebanyak 3 cc dan dituang kedalam 3 tabung reaksi masing-masing 1 cc, dan tiap 30 detik tabung dimiringkan, jika darah telah nampak membeku catat waktu yang dihabiskan selama proses pembekuan darah. Perlakuan yang samanperlakuan yang sama juga dilakukan pada tabung ke 2 dan ke 3.
CLOTHING TIME ( LEE AND WHITE )
Prinsip: waktu pembekuan diukur sejak darah keluar dari epmbuluh sampai terjadi suatu bekuan dalm kondisi yg spesifik
DASAR TEORI RUMPLE LEAD
Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah dengan cara mengenakan pembendungan kepada vena-vena, sehingga darah menekan kepada dinding kapiler. Dinding kapiler yang oleh suatu sebab kurang kuat akan rusak oleh pembendungan itu, darah dari dalam kapiler itu keluar dari kapiler dan
merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga nampak sebagai bercak merah kecil pada permukaan kulit (petechiae). Pemeriksaan dilakukan dengan memasang sfigmomanometer pada lengan atas dan pompalah sampai tekanan berada ditengah-tengah nilai sistolik dan diastolik. Pertahankan tekanan itu selama 10 menit, setelah itu lepaskan ikatan dan tunggulah sampai tanda-tanda stasis darah lenyap lagi. Stasis darah telah berhenti jika warna kulit pada lengan yang dibendung tadi mendapat lagi warna kulit lengan yang tidak dibendung. Lalu carilah petechiae yang timbul dalam lingkaran berdiameter 5 cm kira-kira 4 cm distal dari vena cubiti. Test dikatakan positif jika terdapat lebih dari 10 petechiae dalam lingkaran tadi.
TES SEROLOGI
RAPID TEST
Saat ini teknik yang umum digunakan untuk deteksi antibodi adalah Elisa dan Rapid test. Yang paling banyak digunakan adalah Rapid test. Elisa memerlukan alat pembaca khusus sedangkan Rapid test bisa diamati langsung secara visual. Rapid test juga bisa digunakan untuk spesimen yang jumlahnya sedikit bahkan jika hanya satu spesimen. Namun Elisa mampu mendeteksi antigen dan antibodi dengan mempergunakan reagen generasi keempat, sedangkan Rapid test hanya mendeteksi antibodi dengan reagen generasi ketiga. Untuk sensitifitas dan spesifitas keduanya hampir sama. Jenis pemeriksaan Rapid test adalah yang paling efisien dan banyak digunakan oleh para klinisi.
Kondisi bahan pemeriksaan dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. Bahan pemeriksaan terbaik adalah serum/plasma dengan syarat tidak hemolisis, tidak keruh, disimpan dan dikirimkan dengan baik, ditempeli label yang sesuai dan berada dalam penampung yang tidak bocor.
ELISA TEST
Tes darah yang dilakukan biasanya menggunakan tes ELISA (enzyme linked immunosorbent assay) yang memiliki sensitivitas tinggi - namun spesifikasinya rendah. Bila pada saat tes ELISA hasilnya positif, maka harus dikonfirmasi dengan tes Western Blot, yaitu jenis tes yang mempunyai spesifikasi tinggi namun sensitivitasnya rendah. Karena sifat kedua tes ini berbeda, maka biasanya harus dipadukan untuk mendapatkan hasil yang akurat.
Selain kedua jenis tes tadi, ada juga jenis tes lain yang mampu mendeteksi antigen (bagian dari virus), yaitu NAT (nucleic acid amplification technologies) dan PCR (polymerase chain reaction). ELISA dari berbagai macam kit yang ada di pasaran mempunyai cara kerja hampir sama. Pada dasarnya, diambil virus HIV yang ditumbuhkan pada biakan sel, kemudian dirusak dan dilekatkan pada biji-biji polistiren atau sumur microplate. Se-rum atau plasma yang akan diperiksa, diinkubasikan dengan antigen tersebut selama 30 menit sampai 2 jam kemudian dicuci. Ella terdapat IgG (immunoglobulin G) yang menempel pada biji-biji atau sumur microplate tadi maka akan terjadi reaksi pengikatan antigen dan antibodi. Antibodi anti-IgG tersebut terlebih dulu sudah diberi label dengan enzim (alkali fosfatase, horseradish peroxidase) sehingga setelah kelebihan enzim dicuci habis maka enzim yang tinggal akan bereaksi sesuai dengankadar IgG yang ada, kemudian akan berwarna bila ditambah dengan suatu substrat. Sekarang ada test EIA yang menggunakan ikatan dari heavy dan light chain dari Human Immunoglobulin sehingga reaksi dengan antibodi dapat lebih spesifik, yaitu mampu mendeteksi IgM maupun IgG. Pada setiap tes selalu diikutkan kontrol positif dan negatif untuk dipakai sebagai pedoman, sehingga kadardi atas cut-off
Selain kedua jenis tes tadi, ada juga jenis tes lain yang mampu mendeteksi antigen (bagian dari virus), yaitu NAT (nucleic acid amplification technologies) dan PCR (polymerase chain reaction). ELISA dari berbagai macam kit yang ada di pasaran mempunyai cara kerja hampir sama. Pada dasarnya, diambil virus HIV yang ditumbuhkan pada biakan sel, kemudian dirusak dan dilekatkan pada biji-biji polistiren atau sumur microplate. Se-rum atau plasma yang akan diperiksa, diinkubasikan dengan antigen tersebut selama 30 menit sampai 2 jam kemudian dicuci. Ella terdapat IgG (immunoglobulin G) yang menempel pada biji-biji atau sumur microplate tadi maka akan terjadi reaksi pengikatan antigen dan antibodi. Antibodi anti-IgG tersebut terlebih dulu sudah diberi label dengan enzim (alkali fosfatase, horseradish peroxidase) sehingga setelah kelebihan enzim dicuci habis maka enzim yang tinggal akan bereaksi sesuai dengankadar IgG yang ada, kemudian akan berwarna bila ditambah dengan suatu substrat. Sekarang ada test EIA yang menggunakan ikatan dari heavy dan light chain dari Human Immunoglobulin sehingga reaksi dengan antibodi dapat lebih spesifik, yaitu mampu mendeteksi IgM maupun IgG. Pada setiap tes selalu diikutkan kontrol positif dan negatif untuk dipakai sebagai pedoman, sehingga kadardi atas cut-off
value atau di atasabsorbance level spesimen akan dinyatakan positif. Biasanya lama pemeriksaan adalah 4 jam. Pemeriksaan ELISA hanya menunjukkan suatu infeksi HIV di masa lampau. Tes ELISA mulai menunjukkan hasil positif pada bulan ke 23 masa sakit. Selama fase permulaan penyakit (fase akut) dalam darah penderita dapat ditemukan virus HIV/partikel HIV dan penurunan jumlah sel T4 (Gratik). Setelah beberapa hari terkena infeksi AIDS, IgM dapat dideteksi, kemudian setelah 3 bulan IgG mulai ditemukan. Pada fase berikutnya yaitu pada
waktu gejala major AIDS menghilang (karena sebagian besar HIV telah masuk ke dalam sel tubuh) HIV sudah tidak dapat ditemukan lagi dari peredaran darah dan jumlah $el T4 akan kembali ke normal. Hasil pemeriksan ELISA harus diinterpretasi dengan hati-hati, karena tergantung dari fase penyakit. Pada umumnya, hasil akan positifpada lase timbul gejalapertama AIDS (AIDS phase) dan sebagian kecil akan negatif pada fase dini AIDS (Pre AIDS phase). Beberapa hal tentang kebaikan test ELISA adalah nilai sensitivitas yang tinggi : 98,1% 100%, Western Blot memberi nilai spesifik 99,6% 100%. Walaupun begitu, predictive value hasil test positif tergantung dari prevalensi HIV di masyarakat. Pada kelompokpenderita AIDS,predictive positive value adalah 100% sedangkan pada donor darah dapat antara 5% 100%. Predictive value dari hasil negatif ELISA pada masyarakat sekitar 99,99% sampai 76,9% pada kelompok risiko tinggi. Di samping keunggulan, beberapa kendala path test ELISA yang perlu diperhatikan adalah :
1. Pemeriksaan ELISA hanya mendeteksi antibodi, bukan antigen (akhir-akhir ini sudah ditemukan test ELISA untuk antigen). Oleh karena itu test uji baru akan positif bila penderita telah mengalami serokonversi yang lamanya 23 bulan sejak terinfeksi HIV, bahkan ada yang 5 bulan atau lebih (pada keadaan immunocompromised). Kasus dengan infeksi HIV laten dapat temp negatif selama 34 bulan.
2) Pemeriksaan ELISA hanya terhadap antigen jenis IgG. Penderita AIDS pada taraf permulaan hanya mengandung IgM, sehingga tidak akan terdeteksi. Perubahan dari IgM ke IgG mem-butuhkan waktu sampai 41 minggu.
3) Pada umumnya pemeriksaan ELISA ditujukan untuk HIV1. Bila test ini digunakan pada penderita HIV-2, nilai positifnya hanya 24%. Tetapi HIV2 paling banyak ditemukan hanya di Afrika.
4) Masalah false positive pada test ELISA. Hasil ini sering ditemukan pada keadaan positif lemah, jarang ditemukan pada positif kuat. Hal ini disebabkan karena morfologi HIV hasil biakan jaringan yang digunakan dalam test kemurniannya berbeda dengan HIV di alam. Oleh karena itu test ELISA harus dikorfirmasi dengan test lain. Tes ELISA mempunyai sensitifitas dan spesifisitas cukup tinggi walaupun hasil negatif tesini tidakdapatmenjamin bahwa seseorang bebas 100%dari HIV1 terutama pada kelompok resiko tinggi.
Akhir-akhir ini test ELISA telah menggunakan recombinant antigen yang sangat spesifik terhadap envelope dan core. Antibodi terhadap envelope ditemukan pada setiap penderita HIV stadium apa saja (Graf k). Sedangkan antibodi terhadap p24 (proten dari core) bila positif berarti penderita sedang mengalami kemunduran/deteriorasi.
Tes ELISA sangat popular dan bahan yang diperlukan untuk pemeriksaan sudah tersedia
secara komersial dengan antigen yang diproduksi sendiri (in house). Untuk mendeteksi IgM umumnya digunakan antigen spesifik genus yang bereaksi secara luas, teknik ini kadang-kadang juga digunakan untuk mendeteksi antibodi IgG. Adanya antibodi IgM merupakan pertanda adanya infeksi baru Leptospira, atau infeksi yang terjadi beberapa minggu terakhir.8 Test ELISA cukup sensitif untuk mendeteksi Leptospira dengan cepat pada fase akut, dan lebih sensitif dibandingkan dengan MAT.1 Tes ini dapat mendeteksi antibodi IgM yang muncul pada minggu pertama sakit, sehingga cukup efektif untuk mendiagnosis penyakit. ELISA dapat juga digunakan untuk mendeteksi antibodi IgM dalam cairan serebrospinal, saliva dan urine. Harus diingat bahwa, antibodi klas IgM kadang-kadang masih dapat dideteksi sampai bertahun-tahun, sehingga titer positif (cut-off point) harus ditentukan dengan dasar pertimbangan yang sama seperti MAT. Tes ELISA spesifik genus cendrung memberikan reaksi positif lebih dini dibandingkan dengan MAT. ELISA biasanya hanya mendeteksi antibody yang bereaksi dengan antigen spesifik genus yang sangat luas, sehingga tidak dapat menentukan serovar atau serogrup penyebab.8 Metode ELISA telah banyak dimodifikasi, misalnya, Dot-ELISA spesifik IgM dikembangkan menggunakan antigen Leptospira polivalen yang diteteskan di atas kertas filter selulose sumur mikrotiter. Dengan metode ini, jumlah reagen yang dibutuhkan sedikit. Di samping untuk mendeteksi IgM, metode ini dimodifikasi untuk mendeteksi IgG dan IgA. Dipstick assay telah digunakan secara luas di beberapa negara. Dari hasil pemeriksaan sampel darah yang diambil pada fase akut, tes ini memberikan sensitifitas 60,1%, dan bila sampel darah diambil pada fase konvalesen sensitifitasnya meningkat menjadi 87,4%.17 Dari hasil penelitian ternyata sensitifitas IgM-ELISA dan IgM-dipstick komersial untuk mendeteksi leptospirosis akut adalah 89,6-98% dan spesifisitasnya 90-92,7% dengan nilai ramal positif 87,6-90% dan nilai ramal negatif 90,7- 92%. Pemeriksaan dot immunoblot dengan menggunakan conjugate koloid emas dapat memberikan hasil pemeriksaan dalam waktu 30 menit.3,18
secara komersial dengan antigen yang diproduksi sendiri (in house). Untuk mendeteksi IgM umumnya digunakan antigen spesifik genus yang bereaksi secara luas, teknik ini kadang-kadang juga digunakan untuk mendeteksi antibodi IgG. Adanya antibodi IgM merupakan pertanda adanya infeksi baru Leptospira, atau infeksi yang terjadi beberapa minggu terakhir.8 Test ELISA cukup sensitif untuk mendeteksi Leptospira dengan cepat pada fase akut, dan lebih sensitif dibandingkan dengan MAT.1 Tes ini dapat mendeteksi antibodi IgM yang muncul pada minggu pertama sakit, sehingga cukup efektif untuk mendiagnosis penyakit. ELISA dapat juga digunakan untuk mendeteksi antibodi IgM dalam cairan serebrospinal, saliva dan urine. Harus diingat bahwa, antibodi klas IgM kadang-kadang masih dapat dideteksi sampai bertahun-tahun, sehingga titer positif (cut-off point) harus ditentukan dengan dasar pertimbangan yang sama seperti MAT. Tes ELISA spesifik genus cendrung memberikan reaksi positif lebih dini dibandingkan dengan MAT. ELISA biasanya hanya mendeteksi antibody yang bereaksi dengan antigen spesifik genus yang sangat luas, sehingga tidak dapat menentukan serovar atau serogrup penyebab.8 Metode ELISA telah banyak dimodifikasi, misalnya, Dot-ELISA spesifik IgM dikembangkan menggunakan antigen Leptospira polivalen yang diteteskan di atas kertas filter selulose sumur mikrotiter. Dengan metode ini, jumlah reagen yang dibutuhkan sedikit. Di samping untuk mendeteksi IgM, metode ini dimodifikasi untuk mendeteksi IgG dan IgA. Dipstick assay telah digunakan secara luas di beberapa negara. Dari hasil pemeriksaan sampel darah yang diambil pada fase akut, tes ini memberikan sensitifitas 60,1%, dan bila sampel darah diambil pada fase konvalesen sensitifitasnya meningkat menjadi 87,4%.17 Dari hasil penelitian ternyata sensitifitas IgM-ELISA dan IgM-dipstick komersial untuk mendeteksi leptospirosis akut adalah 89,6-98% dan spesifisitasnya 90-92,7% dengan nilai ramal positif 87,6-90% dan nilai ramal negatif 90,7- 92%. Pemeriksaan dot immunoblot dengan menggunakan conjugate koloid emas dapat memberikan hasil pemeriksaan dalam waktu 30 menit.3,18
🙏
BalasHapus